Sabtu, 09 April 2011

mengatasi rendahnya minat membaca

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Betapa penting dan vitalnya aktivitas membaca dalam dinamika kehidupan umat manusia pemerintah telah melakukan kebijakan literasi dengan memanfaatkan September sebagai Bulan Gemar Membaca. Namun, secara jujur harus diakui, kebijakan semacam itu belum diimbangi dengan langkah serius dan intensif dalam membudayakan aktivitas membaca. Harga buku masih terbilang mahal untuk ukuran rata-rata kantong masyarakat kita. Demikian juga rata-rata kondisi perpustakaan. Kondisi perpustakaan sekolah rata-rata lebih parah lagi. Sering dibiarkan terpuruk dan tak terurus.
“Membaca” Indonesia dalam budaya membaca seperti berhadapan dengan cermin buram. Kabur dan tidak jelas. masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sebagian besar penduduknya merupakan masyarakat praliterasi yang dihantam oleh gelombang posliterasi (televisi, internet, handphone, dan sebagainya). Mentalitas masyarakat praliterasi  lebih didominasi tradisi lisan atau obrolan. Kelemahan praliterasi adalah kecenderungannya memerhatikan efek atau aura dari suatu permasalahan. Hal ini dikarenakan mentalitas praliterasi cenderung tidak menumbuhkan kemampuan berjarak dari suatu fenomena, berefleksi terhadap pengalaman, serta menyusunnya secara sistematis. Manusia praliterasi cenderung reaktif dan spontan.
Persentuhan dengan berbagai media posliterasi tanpa arah malah menghasilkan sikap penggunaan teknologi canggih sebatas untuk ngobrol ngalor-ngidul. Kondisi semacam itu lebih problematis dengan masuknya gelombang posliterasi dalam bentuk negatif dan tidak produktif. Warnet dipenuhi mahasiswa yang kecanduan chatting. Telefon jadi media ngerumpi sinetron dan gosip artis oleh ibu rumah tangga. Handphone memunculkan kebiasaan baru berupa SMS parodi dan konyol. Bukan rak buku, lampu baca atau perpustakaan pribadi yang umumnya jadi pertimbangan masyarakat Indonesia dalam menata rumah, tapi ruang menonton keluarga dan letak televisi yang nyaman. Akibatnya, minat baca yang minim malah terjadi juga di masyarakat literasi Indonesia (yaitu, mereka yang bisa mengenyam pendidikan tinggi), ditambah pendidikan yang tidak inspiratif. Hal itu menyuburkan apresiasi dan cara berpikir yang dangkal.
Ironis! Persentuhan dan keakraban masyarakat kita terhadap produk-produk posliterasi bukannya menumbuhkan budaya yang positif, melainkan justru melahirkan budaya-budaya “purba” sekaligus mengembalikan naluri bangsa sebagai bangsa yang malas membaca.
Problem mendasar yang dihadapi bangsa ini sebenarnya juga terletak pada faktor keteladanan. Di tengah-tengah masyarakat kita yang masih kuat nilai-nilai paternalistiknya, orang-orang yang berada di lapisan bawah cenderung akan melihat pada kultur dan kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang yang berada di lapisan atasnya. Ketika orang-orang yang seharusnya menjadi anutan, orang tua, tokoh masyarakat, atau figur publik lainnya, malas membaca, jangan salahkan kalau orang-orang yang berada di lapisan bawah akan mengadopsi dan mengadaptasi kultur yang iliterate semacam itu. Demikian juga di bangku pendidikan. Bagaimana mungkin para murid memiliki kultur membaca yang baik kalau sang guru tidak mampu menunjukkan keteladanan gemar membaca buku. Bahkan banyak guru yang dengan amat bangga dan merasa dirinya paling hebat kalau di kelas tidak membawa buku. Materi pelajaran sudah hafal di luar kepala.
Budaya membaca juga sangat erat kaitannya dengan kultur sebuah generasi. Mengharapkan generasi sekarang agar menjadi teladan bagi anak cucunya dalam membudayakan gemar membaca agaknya juga sulit diharapkan kontribusinya. Keterpukauan terhadap produk posliterasi telah melahirkan budaya baru yang makin menjauhkan generasi masa kini untuk gemar membaca. Yang perlu dilakukan sekarang adalah melahirkan generasi baru yang dengan amat sadar menjadikan aktivitas membaca sebagai sebuah kebutuhan (bukan kewajiban).
Sudah amat lama labelitas sebagai bangsa yang malas membaca menempel di dalam tubuh bangsa ini. Oleh karena itu, melalui makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternative untuk meningkatkan gairah membaca dan mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam hubungannya dengan budaya malas membaca.

B. Rumusan Masalah
Selanjutnya Makalah ini akan dibahas dalam pokok pembahasan, yang menjadi rumusan masalah dalam Studi Kasus ini yaitu :
1. Apa faktor yang menyebabkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia tergolong rendah?
2. Bagaimana cara mengatasi rendahnya minat membaca?
C. Tujuan

Tujuan penyusunan Studi Kasus ini adalah antara lain untuk menyadari bahwa memang di Indonesia,khususnya masyarakat daerah pinggiran ( Lamongan), kesadaran terhadap membaca buku sebagai kebutuhan primer sangat kurang. Oleh karena itu, diharapkan setelah membaca makalah ini dapat menumbuhkan kembali minat baca dan menambah informassi mengenai minat baca masyarakat indonesia.








BAB II
PEMBAHASAN

A. Kajian Teori
Budaya baca masyarakat Indonesia menempati posisi terendah dari 52 negara di kawasan Asia Timur berdasarkan data yang dilansir Organisasi Pengembangan Kerja sama Ekonomi (OECD), kata Kepala Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya Arini.
Saat berbicara dalam seminar "Libraries and Democracy" digelar Perpustakaan Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya bersama Goethe-Institut Indonesien dan Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII) di Surabaya, Rabu, dia mengatakan, OECD juga mencatat 34,5 persen masyarakat Indonesia masih buta huruf.

oleh karena itu, pengembangan minat baca merupakan solusi yang tepat, apalagi anak SD yang dibiasakan dengan budaya baca dan tulis memiliki prestasi tinggi dibanding anak SD yang selama enam tahun tidak dibiasakan dengan budaya baca dan tulis," katanya dalam seminar yang juga menampilkan pakar perpustakaan dari Jerman Prof Dr Phil Herman Roch itu.

Senada dengan itu, pakar perpustakaan dari Jerman Hermann Rosch menyatakan, perpustakaan itu menunjang pembelajaran sepanjang hidup, pengembangan pandangan yang tak muncul di permukaan, dan mendukung transparansi.
"Perpustakaan itu tidak hanya berfungsi pendidikan, tapi juga sosial, politik, dan informasi. Fungsi sosial terkait dengan pengembangan emansipasi, sedangkan fungsi politik terkait dengan kompetisi ide dan transparansi. Untuk fungsi informasi terkait dengan upaya mendorong keterbukaan dalam masyarakat," katanya.



B. mengatasi rendahnya minat baca 

Membaca harus menjadi kebiasaan yang tidak boleh ditinggalkan karena erat kaitannya dengan kualitas manusia pada suatu bangsa. Jika malas membaca, bangsa itu pasti kalah dalam perkembangan era teknologi yang pesat saat ini.
“membaca adalah kunci ilmu, sedangkan gudangnya ilmu adalah buku.” Sepintas ungkapan itu sederhana, namun di dalamnya terkandung makna penting.
minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Itu terlihat dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2006. Bahwa, masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton TV (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%) (www.bps.go.id).
Data lainnya, misalnya International Association for Evaluation of Educational (IEA). Tahun 1992, IAE melakukan riset tentang kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar (SD) kelas IV 30 negara di dunia. Kesimpulan dari riset tersebut menyebutkan bahwa Indonesia menempatkan urutan ke-29. Angka-angka itu menggambarkan betapa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak SD.
Ada banyak faktor yang menyebabkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia tergolong rendah. Pertama, ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku yang bermutu dan memadai. Bisa dibayangkan, bagaimana aktivitas membaca anak-anak kita tanpa adanya buku-buku bermutu. Untuk itulah, ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku bermutu menjadi suatu keniscayaan bagi kita.
Dengan kata lain, ketersediaan bahan bacaan memungkinkan tiap orang dan/atau anak-anak untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kepentingannya. Dari situlah, tumbuh harapan bahwa masyarakat kita akan semakin mencintai bahan bacaan. Implikasinya, taraf kecerdasan masyarakat akan kian meningkat; dan oleh karena itu isyarat baik bagi sebuah kerja perbaikan mutu perikehidupan suatu masyarakat.
Kedua, banyaknya keluarga di Indonesia yang belum mentradisikan kegiatan membaca. Padahal, jika ingin menciptakan anak-anak yang memiliki pikiran luas dan baik akhlaknya, mau tidak mau kegiatan membaca perlu ditanamkan sejak dini. Bahkan, Fauzil Adhim dalam bukunya Membuat Anak Gila Membaca (2007) mengatakan, bahwa semestinya memperkenalkan membaca kepada anak-anak sejak usia 0-2 tahun. Apa penyebabnya? Sebab, pada masa 0-2 tahun perkembangan otak anak amat pesat (80% kapasitas otak manusia dibentuk pada periode dua tahun pertama) dan amat reseptif (gampang menyerap apa saja dengan memori yang kuat). Bila sejak usia 0-2 tahun sudah dikenalkan dengan membaca, kelak mereka akan memiliki minat baca yang tinggi. Dalam menyerap informasi baru, mereka akan lebih enjoy membaca buku ketimbang menonton TV atau mendengarkan radio.
1. mengatasi malas membaca pada diri sendiri

ada beberapa hal umum yang harus diperhatikan dalam belajar,khususnya membaca. Diantaranya adalah makanan yang bergizi serta kondisi tubuh yang sehat. Apabila hal tersebut telah terpenuhi, dapat menggunakan cara untuk mengatasi malas membaca dalam diri sendiri sebagai berikut:
  1. Pastikan stamina tubuh dalam kondisi baik. Yang harus dilakukan adalah konsumsi makanan dan minuman bernutrisi lengkap dan seimbang, olah raga teratur.

    2. Cahaya dan sirkulasi udara di tempat anda membaca sebaiknya cukup. Terlalu terang atau suram membuat mata kelelahan menyesuaikan diri dengan kondisi cahaya. Kekurangan oksigen membuat tubuh lemas dan berujung pada kantuk.

    3. Jangan baca tulisan seperti membaca cerita dongeng pengantar tidur. Sekalipun yang dibaca adalah cerita dongeng, sempatkan diri untuk menganalisis tulisan tersebut. Banyak yang dapat dianalisis, tokoh, alur, layout, dan lain-lain. Selain analisis, berikan komentar, kritik, atau saran. Tulis saja di secarik kertas untuk konsumsi pribadi (kecuali anda sangat rajin untuk mengirim komentar tersebut ke penulis). Dengan begini otak tetap aktif bekerja. Kalau otak sibuk, biasanya tubuh juga tetap siaga. Contoh: orang yang kantuk berat tidak dapat nyenyak karena berpikir, entah yang dipikirkan adalah masalah atau apa pun itu.

2. mengatasi anak malas membaca
Anak tidak mau belajar atau malas untuk membaca buku pelajaran, sering jadi keluhan orang tua. Anak lebih suka melihat tayangan televisi, seperti sinetron, film atau bermain dengan teman-teman sebayanya.
Jika anak tidak mau belajar, mereka menganggap bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang kurang menyenangkan dibandingkan dengan bermain atau nonton. Untuk mengatasi anak yang malas belajar adalah dengan membuat anak menganggap belajar adalah kegiatan yang menarik, menyenangkan atau membuat mereka sadar bahwa belajar adalah suatu kebutuhan.
berikut ini adalah cara untuk mengatasi anak malas belajar :
  • Tanamkan kesadaran kepada anak bahwa belajar atau membaca buku adalah suatu kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang pelajar yang hasilnya akan diraih dimasa mendatang.
  • Berikan contoh kepada sang anak. Orang tua dapat turut membaca buku-buku yang bermanfaat saat anak sedang belajar.
  • Orang tua sebaiknya juga menanamkan budaya membaca di lingkungan keluarga.
  • Ciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Buat ruang belajar yang menarik, rapi dan tidak membuat anak malas di dalam ruang belajar.
  • Berikan motivasi kepada anak untuk belajar dengan cara yang baik, adakan pendekatan sambil menyelami hati anak dengan menjadikan anak sebagai sahabat. Jangan menyuruh anak belajar dengan memaksakan anak, apalagi dengan cara yang kasar.
  • Berikan insentif kepada anak, baik berupa hadiah kesukaan mereka atau sekedar pujian jika nilai anak bagus. Hal ini akan membantu memotivasi anak.
  • Sebaiknya orang tua lebih terbuka dengan anak dengan menanyakan permasalahan yang dia hadapi, kenapa malas belajar, apa yang dapat membuat ia semangat untuk belajar dan sebagainya. Bantu anak untuk mengatasi permasalahan tersebut.
  • Pilih waktu yang paling tepat untuk anak belajar. Hendaknya orang tua juga turut membantu anak dengan tidak menonton televisi, atau tidak mendengarkan musik keras-keras.
  • Jadikan waktu belajar ini menjadi kebiasaan rutin sehari-hari, dan sebaiknya orang tua juga menemani dan membantu jika anak mengalami kesulitan saat belajar.
  • Selain waktu belajar yang rutin, sediakan juga waktu yang cukup untuk bermain, menonton dan berinteraksi dengan teman-temannya
C.  Peranan Pemerintah
            pemerintah daerah dan pusat bisa menggalakkan program perpustakaan keliling atau perpustakaan menetap di daerah-daerah. Sementara soal penempatannya, pemerintah bisa berkoordinasi dengan pengelola RT/RW atau pusat-pusat kegiatan masyarakat desa (PKMD). Semakin besar peluang masyarakat untuk membaca melalui fasilitas yang tersebar, semakin besar pula stimulasi membaca sesama warga masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga memberikan subsidi lebih untuk harga buku, karena salah satu faktor minimnya minat baca buku adalah mahalnya atau sulit terjangkaunya harga buku.





BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN

Malas membaca telah mengakar dalam kebanyakan masyarakat indonesia. Hal ini telah membudaya ditiap jiwa perseorangan kebanyakan. Ada banyak faktor yang menyebabkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia tergolong rendah. Pertama, ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku yang bermutu dan memadai.Kedua, banyaknya keluarga di Indonesia yang belum mentradisikan kegiatan membaca. Peran orangtua dan dan diri sendiri sangat penting dalam membangun minat membaca ini. Diharapkan dengan beberapa cara alternatif tersebut dapat menumbuhkan kembali kesadaran masyarakat akan pentingnya membaca dan menjadikan membaca sebagai kebutuhan primer dalam kehidupan sehari-hari.









DAFTAR PUSTAKA

Yonohudiyono, E. dkk. 2007. Bahasa Indonesia Keilmuan. Surabaya: Unesa University Press.
Hufad,Achmad,Ardiwinata,jajat.2007.Sosiologi Antropologi Pendidikan.Bandung.UPI Press.













1 komentar: