Minggu, 24 April 2011

prosedur penyusunan program pembelajaran individual


Program pembelajaran individual disusun dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan  setiap siswa. Prosedur  yang ideal untuk mengembangkan  program pembelajaran individual dikemukakan Kitano and Kirbly (1986) memiliki lima aspek yaitu pembentukan tim PPI, menilai kebutuhan khusus anak, mengembangkan tujuan jangka panjang dan jangka pendek, merancang metode dan prosedur pembelajaran dan menentukan evaluasi kemajuan anak. Masing-masing aspek akan dijelaskan sebagi berikut :
1.      Pembentukan Tim PPI
Langkah awal dalam penyusunan program pembelajaran individual adalah membentuk suatu tim yang disebut dengan tim PPI.  Tim PPI inilah kelak mempunyai tugas dan merancang dan menyusun suatu program pembelajaran . anggota tim perancang PPI, idealnya bersifat multi-disiplin dan terdiri dari orang-orang yang bekerja dan memiliki informasi untuk dapat dikembangkan lebih lanjutdidalam menyusun rancangan program secara komprehensif.  Secara umum anggota yang dimaksud dalam tim PPI adalah guru PLB, kepala sekolah, guru umum, orang tua, dan specialis lain (seperti : konselor, speech terapist, pediatris, dan psikolog). Dicantumkannya Guru reguler karena pada awal IEP diperuntukkan di sekolah reguler yang didalamnya terdapat anak luar biasa.
Untuk kondisis Indonesia tuntutan pembentukan tim seperti yang digambarkan akan mengalami kesulitan bahkan mungkin menjadai hambatan proses pelaksanaan pembelajaran individual. Untuk menghindari  hal seperti itu maka pembentukkan tim PPI yang dimaksud dalam buku ini anggotanya terdiri dari para guru bersama kepala sekolah  dan orang tua siswa  yang memiliki  komitmen terhadap pendidikan anak tuna grahita, pembentukkan tim yang terdiri dari para guru, kepala sekolah, dan orangtua tidak dapat mengurangi  makna penyusunan program, karena sesungguhnya merekalah yang sangat memahami seluk-beluk keberadaan anak tunagrahita.
Dalam proses pembentukkan tim PPI , kepala sekolah  merupaka ujung tombak . dalam tim itu, kepala sekolah memiliki posisi sebagai koordinator dan konsultan bagi para guru dan orangtua didalam mengemukakan pendapat dan temuannya.  Kepala sekolah, guru, dan orang tua duduk bersama untuk merembukkan dan mencari kesepakatan-kesepakatan serta solusi  atas program yang akan dan atau telah dirancang oleh guru.  Penelituan penulis (tentang study kasus mengenai penerapan PPI di SLB – C ), membuktikan bahwa pembentukkan PPI seperti  itu dapat dilakukan oleh guru , dan mereka nampak menunjukkan kemampuan untuk melakukan tugasnya dengan baik.  Sebagimana yang diakui mereka bahwa melalui PPI , program pembelajaran menjadi lebih realistis dibandingfkan dengan materi yang diambil langsung dari kurikulum, sekalipun di sisis lain para guru masih menunjukkan kesulitan didalam menyelaraskan antara urutan materi yang diperoleh berdasarkan hasil asesmen dengan urutan materi yang telah disusun dalam kurikulum (E. Rochyadi, 2000)
Ada dua hal yang panting sebelum pembentukkan tim antara pihak sekolah (kepala sekolah dan guru) dengan orang tua yang harus disiapkan pihak sekolah:

Pertama : pihak  sekolah harus sudah menyiapkan gambaran umum masing-masing anak yang diperoleh berdasarkan hasil asesmen , untuk dikonfirmasikan lebih lanjut kepada orangtua. Hal ini penting karena orang tua cenderung menganggap bahwa pihak sekolah lah (guru dan kepala sekolah)yang memahami segala kondisi putra-putrinya. Akibatnya para orangtua menjadi pasif untuk membantu memberikan latihan atau membantu pendidikan anak dirumahnya. Anggapan seperti itu keliru dan perlu dijelaskan pada mereka bahwa orangtua lah yang sesungguhnya memahami secara detil  tentang perilaku , kelemahan dan kemampuan putranya.informasi mengenai keberadaan kondisi anak dirumah , merupakan data penting bagi sekolah  dalam menindak lanjuti proses pembelajaran mereka. Hal lain yang perlu dipersiapkan adalah alasan-alasan kenapa perlu dibentuk tim PPI secara jelas dan rinci seperti ;  tujuan dan sasaran serta posisi orangtua didalam tim tersebut.
Kedua ; menyiapkan kuesioner mengenai harapan-harapan orangtua dan gambaran umum mengenai  putra-putrinya, sehingga diakhir pertemuan diharapkan dicapai kesepakatan-kesepakatan mengenai prioritas dan sasaran yang akan ditetapkan dalam PPI.

2.      Menilai kebutuhan
Menilai kekuatan dan kelemahan yang akan menjadi rujukan didalam menetapkan kebutuhan anak merupakan langkah awal dari tugas guru selaku tim PPI.  Informasi ini akan menjadi data penting dan pertama harus ditemukan untuk selanjutnya dikembangkan didalam merumuskan tujuan pembelajaran. Proses menenmukan kekuatan dan kelemahan tersebut merupakan penilaian penting yang diperoleh melalui hasil kerja asesmen .
Perolehan mengenai data tadi dapat dilakukan guru melalui kegiatan observasi , baik didalam maupun diluar kelas. Guru juga dapat meminta informasi anak didiknya dari orangtua. Data yang diperlukan meliputi riwayat hidup anak , kebiasaan-kebiasaan atau perilaku yanng ditunjukkan serta bantuan yang sering atau pernah dialkukan orangtua.
Untuk memudahkan data ini tim PPI hendaknya membuat instrument atau format isisan seperti; data riwayat hidup, perkembangan bahasa, motorik, perilaku.
3.      Menggembangkan tujuan pemmbelajaran
Didalam mengembangkan tujuan pembelajaran prosesnya dapat dilakukan melalui penyelarasan antara materi yang ada dalam kurikulum dengan temuan hasil asesmen. Posisi hasil asesmen mungkin akan diletakkan dibawah, ditengah atau diatas dari urutan materi yang terdapat dalam urutan kurikulum, hal ini akan tergantung pada kondisi dan kemampuan yang diperlihatkan oleh setiap anak. Dalam IEP tujuan pembelajaran itu dikenal dengan istilah tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Guru tidak perlu khawatir dengan penggunaan istilah itu. Guru dapat menggunakan istilah yang biasa dilakukan seperti tujuan instraksional umum (TIU) untuk jangka panjang, dan tujuan instraksional khusus (TIK) untuk jangka pendek. Tujuan jangka panjang merupakan tujuan yang akan ditempuh dalam jangka waktu relatif panjang mungkin untuk satu semester atau untuk satu tahun. Sementara tujuan jangka pendek atau tujuan instraksional khusus , merupakan tujuan yang akan menuntut  terjadinya perubahan perilaku yang diharapkan dalam waktu relatif singkat. Untuk itu tujuan jangka pendek ini hendaknya dirumuskan secara spesifik, jelas, mudah diukur, dan bersifat kuantitatif. Artinya ; rumusan tujuan jangka pendek menuntut suatu pertanyaan yang jelas tentang perilaku yang diharapkan serta derajat keberhasilan yang dikehendaki. Melalui rumusan semacam itu akan memungkinkan guru dapat melakukan penilaian keberhasilan belajar siswa secara lebih tepat dan akurat.
4.      Merancang metode dan prosedur pembelajaran.
Proses pembelajaran yang dirancang dalam PPI hendaknya mampu menggambarkan bagaimana setiap tujuan pembelajaran itu akan dapat diselesaikan, serta bagaimana penilaian keberhasilan anak dalam mencapai tujuan penbelajaran tersebut. Proses pembelajaran mungkin dirancang dengan cara mengkelompokkan anak berdasarkan kondisi dan karakteristik materi yang akan dibelajarkan secara kooperatif, mungkin sangat heterogen dan dikelolah lebih bersifat individual. Proses pembelajaran secara kooperatif ini akan dikelolah guru sesuai kondisi dan situasi peserta didik yang dihadapinya. Perubahan strategi atau metode sangat mungkin terus terjadi. Untuk itu dalam mengelolah proses pembelajaran, kreatifitas guru menjadi sangat menentukan.
5.      Menentukan evaluasu kemajuan
Evluasi kemajuan belajar hendaknya mengukur derajat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam setiap tujuan jangka pendek atau tujuan instruksional khusus. Hal penting yang harus dicamkan dalam melakukan evaluasi keberhasilan siswa adalah melihat terjadinya perubahan perilaku pada diri siswa itu sendiri sebelum dan setelah diberikan perlakuan, dan bukan membandingkan keberhasilan tingkat pencapaian tujuan belajar yang dicapai dengan siswa lain yang ada dikelas itu. Metode evaluasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, test secara tertulis, maupun lisan. Evaluasi keberhasilan itu harus dilakukan dari dua sisi yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Kedua penilaian ini memiliki posisi dan kepentingan yang berbeda. Evaluasi proses pentingdalam kaitannya melakukan berbagai perubahan dalam strategi pembelajaran, sementara evaliasi hasil penting untuk melihat tingkat pencapaian keberhasilan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Laporan evaluasi kemajuan siswa hendaknya bersifat kualitatif sebab secara penilaian ini akan memberi gambaran secara nyata. Program bembelajaran individual hendaknya diperbaiki secara terus menerus. Perubahan itu hendaknya merujuk kepada pencapaian tujuan yang telah dan sedang diselesaikan. Serta temuan – temuan yang diperoleh berdasarkan observasi selama proses pembelajaran berlangsung. Perubahan ini kerap kali terjadi secara signifikan, dan jangan diartikan sebagai kegagalan, melainkan sebagai kemajuan program didalam melakukan perubahan – perubahan tujuan yang lebih positifdan realistis, sejalan dengan kebutuhan anak yang senantiasa berubah – ubah. Oleh karenanya PPI jangan dijadikan semacam kontrak yang sifatnya baku dan kaku, melainkan lentur dan sangat fleksibel. Jika perubahn itu memerlukan modifikasi yang relatif besar , maka hasil modifikasi itu hendaknya dikomunikasikan pada orang tua dalam pertemuan rutin Tim Ppi. Mengkomunikasikan pertemuan orangtua ini penting untuk memperoleh persetujuan dan mengakomodasi harapan baru, sekaligus mengkomunikasikan tugas-tugas yang baru dilakukan orangtua didalam membantu keberhasilan belajar anaknya .  

Rabu, 20 April 2011

teori pembelajaran kognitif


Pandangan para penganut teori belajar kognitif, kiranya dapat melengkapi pandangan para penganut teori belajar behavioristik. Para penganut teori belajar kognitif berpendapat bahwa perilaku yang tidak tampak dapat pula dipelajari secara ilmiah , seperti pada perilaku yang tampak . perilaku yang tidak tampak merupakan proses  internal yang merupakan hasil kerja dari potensi psikis. Tergolong dalam teori belajar kognitif adalah teori pemrosesan informasi.
Dalam sistem pemrosesan informasi terkandung tiga unsur pokok yaitu fisis, fisiologis, dan psikis.
Unsur fisis adalah unsur eksternal , artinya unsur yang terdapat didalam luar diri pelaku pelajar . unsur tersebut berisi informasi atau pesan tertentu. Bentuknya merupakan obyek yang diamati oleh pelaku belajar. Obyek itu dapat berupa benda yang sebenarnya, dapat pula berupa lambang-lambang pesan. Bentuk lambang dapat berupa lambang visual , lambang suara maupun lambang lain yang dapat diindera.
Unsur fisiologis berupa organ tubuh yang berkaitan dengan proses  penerimaan , pengolahan dan mereaksi lambang pesan yang diterima. Termasuk dalam unsur fisiologis yaitu organ indera , seperti mata telinga, dan indera lain, organ tersebut berfungsi sebagai reseptor rangsangan dari luar. Syaraf indera berfungsi mengeluarkan rangsangan yang telah diterima oleh indera untuk diteruskan ke pusat pengolahan informasi.
Organ gerak berperan menyalurkan  rangsangan daari pusat pengolahan informasi ke organ tubuh untuk  dimanifestasikan dalam bentuk gerak atau perilaku. Unsur psikis merupakan potensi internal yang dapat berperan menunjang atau menghambat proses penerimaan  maupun pengolahan informasi.
Berhubung pemrosesan informasi dipengaruhi oleh tiga unsur , maka kualitas hasil pengolah informasi , sebagai hasil belajar dipengaruhi  oleh kualitas unsur tersebut. Kualitas unsur fisis terletak pada kejelasan unsur tersebut dalam menyajikan informasi atau pesan. Bila informasi disajikan dengan menggunakan lambang visual makalambang-lambang tersebut harus jelas dilihat, bila dengar, menggunakan lambang suara harus jelas didengar. Begitu juga dengan lambang-lambang lainnya.
Bagi unsur fisiologis kualitasnya ditentukan oleh kesempurnaan fungsi indera , syaraf, dan organ fisik yang digunakan untuk memanifestasikan respon. Kualitas psikis banyak dipengaruhi  oleh stabilitas mental , perhatian dan potensi psikis yang lain.
Dalam sistem pemrosesan informasi ada serangkaian komponen yang terlibat dalam kegiatan belajar. Masing-masing komponen terlibat secara terpadu dan fungsional untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Pola kerjanya mengikuti pola kerja suatu sistem yaitu mentransformasi suatu masukan menjadi hasil tertentu. Berhubung tiap komponen terstruktur . komponen berikutnya , setelah ditransformasi oleh komponen kedua hasilnya akan menjadi komponen ketiga dan seterusnya sehingga diperoleh hasil akhir yang diharapkan.
Komponen-komponen yang terlibat dalam pemrosesan informasi adalah sebagi berikut :
1.      Lingkungan
2.      Reseptor
3.      Registor penginderaan
4.      Memori jangka pendek
5.      Memori jangka panjang
6.      Generator respon
7.      Harapan-harapan
8.      Kontrol eksekutif
9.      Efektor

Secara umum dapat dijelaskan bahwa pola kerja komponen-komponen tersebut adalah memproses atau mentransformasi masukan awal berupa informasi yang datang dari dari lingkungan yang hasilnya nanti harus dapat dimanifestasikan kembali ke lingkungan. Adapun proses kerjanya sebagai berikut;
Lingkungan merupakan sumber informasi , dari lingkungan pula kita memperoleh pengetahuan dan belajar tentang sesuatu. Informasi yang tersedia dalam lingkungan merupakan bahan masukan yang diterima individu lewat reseptor.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor adalah indera. Organ indera dapat pula diibaratkan sebagi jendela informasi individu terhadap lingkungannya. Ada lima indera yang dapat menjadi reseptor , masing-masing mempunyai kemampuan menerima informasi dari lingkungan yang disajikan dalam lambang-lambang tersebut. Bila informasi yang disajikan atau akan dipelajari disajikan atau tersedia dalam bentuk lambang visual , maka indra penglihatan yaitu mata berperan sebagi reseptor. Telinga merupakan reseptor informasi berbentuk suara atau bunyi, indra pengecap adalah reseptor untuk menerima rasa, hidung sebagai reseptor penerima informasi bau, indra taktil untuk informasi yang berupa kasar atau halusnya suatu benda. Hasil penginderaan berupa kesan-kesan tentang informasi atau obyek yang akan diamati, menjadi bahan masukan bagi komponen registor penginderaan. Dalam komponen ini beberapa kesan penginderaan misalnya kesan visual dan kesan auditif maupun kesan lain yang sejenis distruktur menjadi suatu konsep atau persepsi tentang suatu obyek.
Kesan penginderaan lain yang tidak relevan dan tidak berguna dalam pembentukan persepsi akan hilang dan tidak berpengaruh lagi. Konsep-konsep yang dihasilkan oleh register penginderaan selanjutnya adalah menjadi masukan untuk memori jangka pendek. Dalam komponen ini konsep-konsep yang dihasilkan oleh registor penginderaan diolah menjadi konsep yang lebih bermakna.
Proses pengolahan ini tidak berlangsung lama , kecuali beberapa konsep yang mengalami pengolahan lebih lama. Selebihnya akan dikeluarkan dan disimpan dalam memori jangka panjang. Jadi komponen ini semacam gudang penyimpanan informasi dalam waktu lama.
Dipengaruhi oleh harapan dan tujuan tertentu informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang dapat dikeluarkan lagi bersama-sama dengan hasil pengolahan informasi jangka pendek masuk kedalam Generator respon. Dalam komponen ini dirancang bentuk respon atau njawaban yang akan diberikan .
Penyusunan rancangan reksi ini dipengaruhi oleh kontrol eksekutif, yang berfungsi untuk mengatur pola-pola reaksi. Dari generator respon rancangan reaksi diterima oleh efektor, yaitu organ-organ fisik yang akan memanifestasikan rancangan respon menjadi perilaku yang dapat diamati.
 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa siklus pemrosesan informasi diawali dari bahan-bahaninformasi yang berada dilingkungannya, kemudian di transformasikan oleh berbagai komponen internal yang hasilnya dimanifestasikan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati oleh lingkungannya.
Bila dikaitkan dengan kegiatan belajar respon yang dimanifestasikan dalam bentuk perilaku tersebut dapat diberikan umpan balik, sehingga pelaku belajar dapat mengetahui tepat atau tidaknya hasil belajar yang dilakukannya.

Sabtu, 09 April 2011

proses konseling ABK

a.       Menumbuhkan kesadaran atau pentingnya karir.

Seperti terlihat dari uraian Ginzberg. Pada mulanya anak memilih pekerjaan tanpa memperhatikan tuntutan realitas, lalu menurut keinginan sendiri. Konsep diri kerja yang dimaksudkan oleh super juga belum memadai karena masih kurangnya kontak dengan orang lain, kegiatan, dan peran yang dimainkan. Pada anak luar biasa, kekurangan-kekurangan ini bertahan lebih lama karena diperkuat oleh rentetan kegagalan mencapai sukses dan keengganan orang tua melibatkan anak dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Oleh karena itu anak luar biasa pada masa adolesence  banyak yang belum merasa berkepentingan dengan karir yang ditempuhnya.
Agar program dan pelaksanaan bimbingan karier mencapai sasaran yang sebaik-baiknya, agenda pertama yang sebaiknya dilaksanakan ialah membantu anak agar merasa berkepentingan dengan karier. Anak hendaknya menyipkan diri untuk mandiri. Mampu mandiri adalah suatu kehormatan bagi setiap orang.
Yang penting dalam agenda ini dan agenda-agenda selanjutnya bukan istilah karier, melainkan isinya.

a.       Membahas siswa dan lingkungannya
Sebagaimana dikatakan oleh williamson, setiap orang termasuk anak luar biasa mempunyai trait yang dapat diprofilkan. Siswa hendakya mengenal traitnya sendiri dan melihat implikasi-implikasinya bagi karier masa depan. Jika hasil tes baku tidak ada, pembahasan dapat juga didasarkan atas data-data yang lain.
Selain data tentang diri, siswa juga perlu mengenal keadaan teman-temannya , fasilitas yang tersedia di sekolahnya, lembaga pendidikan dan kursus-kursus yang ada di linkungannya.
b.      Menelaah pilihan-pilihan karier
Pada fase-fase permulaan, peelaahan mungkin dilakukan dengan mengenal bidang-bidang pekerjaan , misalnya pertanian, perdagangan , industri, jasa, pemerintahan , dan lain-lain. Selanjutnya, anak perlu juga mengetahui bahwa dalam tiap-tiap bidang terdapat berbagai jenis pekerjaan yang kadang-kadang sama dengan pekerjaan lain, kadang-kadang berbeda. Penelaahan dilakukan bersama dan terbuka dari berbagi sumber.

c.       Menelaah pasaran kerja
Pasaran kerja tidak tetap, melainkan mengalami perubahan. Misal: dahulu ada pasaran kerja membuat keset dari sabut kelapa, sekarang tergeser oleh bahan lain; dahulu ada usaha pembungkusan dengan daun pisang, sekang dengan plastik; dahulu ada usaha membungkus tembakau , sekarang tak ada kecuali pabrik rokok.; dahulu tak ada bursa efek, sekarang ada. Dan lain sebagainya. Apa yang sekarang masih mungkin lima atau sepuluh tahun lagi sudah tidak ada. Sebaliknya apa yang sekarang masih belum ada merupakan usaha beberapa tahun kemudian mungkin sudah menjadi usaha besar-besaran.
Penelaahan pasaran kerja dimaksudkan agar anak tidak memilih bidang atau jenis pekerjaan yang tak lama akan lenyap. Untuk itu diperlukan informasi dari berbagi pihak . guru dan konselor dapat mengundang pihak-pihak yang diperlukan.

d.      Menelaah konsekuensi
Yang dimaksud melakukan pilihan , pekerjaan mana yang akan dipilih dengan mempertimbangkan karakteristik diri, pasaran kerja, latihan yang tersedia, dan sebagainya. Pada saat itu anak biasanya menjadi bingung . ia hendaknya mengetahui konsekuensi setiap pilihan. Konsekuensi lain ialah;  ia harus memulai mengikuti latihan sesuai dengan pilihan kariernya. Latihan dapat dilakukan disekolah, dapat juga diluar sekolah, bergantung pada kesepakatan anak, sekolah dn keluarganya.

e.       Menelaah pilihan-pilihan lain
Latihn dilakukan sesuai fengan pilihn karier. Adapun hasil latihan seringkali tidak hanya berguna untuk yang dipilih, tapi juga beberapa pekerjaan yang lain, jadi bersifat flexsible. Feksibilitas penggunaan hasil latihan perlu disadari oleh anak. Siapa tahu ia merasa perlu pindah pekerjaan atau terpaksa pindah karena tekanan dari luar.

f.       Memilih arah karier yang pertama
Setelah agenda-agenda terpenuhi, siswa memilih karier yang akan ditempuhnya. Kalau perlu, setelah berlangsung pilihan adakan simulasi kerja mengenai pilihan tersebut. Anak mungkin menganggap perlu meninjau kembali pilihannya.
Untuk melakukan simulasi kerja, guru-konselor meminta bantuan personel lain turut serta dalam simulasi.

mengatasi rendahnya minat membaca

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Betapa penting dan vitalnya aktivitas membaca dalam dinamika kehidupan umat manusia pemerintah telah melakukan kebijakan literasi dengan memanfaatkan September sebagai Bulan Gemar Membaca. Namun, secara jujur harus diakui, kebijakan semacam itu belum diimbangi dengan langkah serius dan intensif dalam membudayakan aktivitas membaca. Harga buku masih terbilang mahal untuk ukuran rata-rata kantong masyarakat kita. Demikian juga rata-rata kondisi perpustakaan. Kondisi perpustakaan sekolah rata-rata lebih parah lagi. Sering dibiarkan terpuruk dan tak terurus.
“Membaca” Indonesia dalam budaya membaca seperti berhadapan dengan cermin buram. Kabur dan tidak jelas. masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sebagian besar penduduknya merupakan masyarakat praliterasi yang dihantam oleh gelombang posliterasi (televisi, internet, handphone, dan sebagainya). Mentalitas masyarakat praliterasi  lebih didominasi tradisi lisan atau obrolan. Kelemahan praliterasi adalah kecenderungannya memerhatikan efek atau aura dari suatu permasalahan. Hal ini dikarenakan mentalitas praliterasi cenderung tidak menumbuhkan kemampuan berjarak dari suatu fenomena, berefleksi terhadap pengalaman, serta menyusunnya secara sistematis. Manusia praliterasi cenderung reaktif dan spontan.
Persentuhan dengan berbagai media posliterasi tanpa arah malah menghasilkan sikap penggunaan teknologi canggih sebatas untuk ngobrol ngalor-ngidul. Kondisi semacam itu lebih problematis dengan masuknya gelombang posliterasi dalam bentuk negatif dan tidak produktif. Warnet dipenuhi mahasiswa yang kecanduan chatting. Telefon jadi media ngerumpi sinetron dan gosip artis oleh ibu rumah tangga. Handphone memunculkan kebiasaan baru berupa SMS parodi dan konyol. Bukan rak buku, lampu baca atau perpustakaan pribadi yang umumnya jadi pertimbangan masyarakat Indonesia dalam menata rumah, tapi ruang menonton keluarga dan letak televisi yang nyaman. Akibatnya, minat baca yang minim malah terjadi juga di masyarakat literasi Indonesia (yaitu, mereka yang bisa mengenyam pendidikan tinggi), ditambah pendidikan yang tidak inspiratif. Hal itu menyuburkan apresiasi dan cara berpikir yang dangkal.
Ironis! Persentuhan dan keakraban masyarakat kita terhadap produk-produk posliterasi bukannya menumbuhkan budaya yang positif, melainkan justru melahirkan budaya-budaya “purba” sekaligus mengembalikan naluri bangsa sebagai bangsa yang malas membaca.
Problem mendasar yang dihadapi bangsa ini sebenarnya juga terletak pada faktor keteladanan. Di tengah-tengah masyarakat kita yang masih kuat nilai-nilai paternalistiknya, orang-orang yang berada di lapisan bawah cenderung akan melihat pada kultur dan kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang yang berada di lapisan atasnya. Ketika orang-orang yang seharusnya menjadi anutan, orang tua, tokoh masyarakat, atau figur publik lainnya, malas membaca, jangan salahkan kalau orang-orang yang berada di lapisan bawah akan mengadopsi dan mengadaptasi kultur yang iliterate semacam itu. Demikian juga di bangku pendidikan. Bagaimana mungkin para murid memiliki kultur membaca yang baik kalau sang guru tidak mampu menunjukkan keteladanan gemar membaca buku. Bahkan banyak guru yang dengan amat bangga dan merasa dirinya paling hebat kalau di kelas tidak membawa buku. Materi pelajaran sudah hafal di luar kepala.
Budaya membaca juga sangat erat kaitannya dengan kultur sebuah generasi. Mengharapkan generasi sekarang agar menjadi teladan bagi anak cucunya dalam membudayakan gemar membaca agaknya juga sulit diharapkan kontribusinya. Keterpukauan terhadap produk posliterasi telah melahirkan budaya baru yang makin menjauhkan generasi masa kini untuk gemar membaca. Yang perlu dilakukan sekarang adalah melahirkan generasi baru yang dengan amat sadar menjadikan aktivitas membaca sebagai sebuah kebutuhan (bukan kewajiban).
Sudah amat lama labelitas sebagai bangsa yang malas membaca menempel di dalam tubuh bangsa ini. Oleh karena itu, melalui makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternative untuk meningkatkan gairah membaca dan mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam hubungannya dengan budaya malas membaca.

B. Rumusan Masalah
Selanjutnya Makalah ini akan dibahas dalam pokok pembahasan, yang menjadi rumusan masalah dalam Studi Kasus ini yaitu :
1. Apa faktor yang menyebabkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia tergolong rendah?
2. Bagaimana cara mengatasi rendahnya minat membaca?
C. Tujuan

Tujuan penyusunan Studi Kasus ini adalah antara lain untuk menyadari bahwa memang di Indonesia,khususnya masyarakat daerah pinggiran ( Lamongan), kesadaran terhadap membaca buku sebagai kebutuhan primer sangat kurang. Oleh karena itu, diharapkan setelah membaca makalah ini dapat menumbuhkan kembali minat baca dan menambah informassi mengenai minat baca masyarakat indonesia.








BAB II
PEMBAHASAN

A. Kajian Teori
Budaya baca masyarakat Indonesia menempati posisi terendah dari 52 negara di kawasan Asia Timur berdasarkan data yang dilansir Organisasi Pengembangan Kerja sama Ekonomi (OECD), kata Kepala Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya Arini.
Saat berbicara dalam seminar "Libraries and Democracy" digelar Perpustakaan Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya bersama Goethe-Institut Indonesien dan Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII) di Surabaya, Rabu, dia mengatakan, OECD juga mencatat 34,5 persen masyarakat Indonesia masih buta huruf.

oleh karena itu, pengembangan minat baca merupakan solusi yang tepat, apalagi anak SD yang dibiasakan dengan budaya baca dan tulis memiliki prestasi tinggi dibanding anak SD yang selama enam tahun tidak dibiasakan dengan budaya baca dan tulis," katanya dalam seminar yang juga menampilkan pakar perpustakaan dari Jerman Prof Dr Phil Herman Roch itu.

Senada dengan itu, pakar perpustakaan dari Jerman Hermann Rosch menyatakan, perpustakaan itu menunjang pembelajaran sepanjang hidup, pengembangan pandangan yang tak muncul di permukaan, dan mendukung transparansi.
"Perpustakaan itu tidak hanya berfungsi pendidikan, tapi juga sosial, politik, dan informasi. Fungsi sosial terkait dengan pengembangan emansipasi, sedangkan fungsi politik terkait dengan kompetisi ide dan transparansi. Untuk fungsi informasi terkait dengan upaya mendorong keterbukaan dalam masyarakat," katanya.



B. mengatasi rendahnya minat baca 

Membaca harus menjadi kebiasaan yang tidak boleh ditinggalkan karena erat kaitannya dengan kualitas manusia pada suatu bangsa. Jika malas membaca, bangsa itu pasti kalah dalam perkembangan era teknologi yang pesat saat ini.
“membaca adalah kunci ilmu, sedangkan gudangnya ilmu adalah buku.” Sepintas ungkapan itu sederhana, namun di dalamnya terkandung makna penting.
minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Itu terlihat dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2006. Bahwa, masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton TV (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%) (www.bps.go.id).
Data lainnya, misalnya International Association for Evaluation of Educational (IEA). Tahun 1992, IAE melakukan riset tentang kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar (SD) kelas IV 30 negara di dunia. Kesimpulan dari riset tersebut menyebutkan bahwa Indonesia menempatkan urutan ke-29. Angka-angka itu menggambarkan betapa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak SD.
Ada banyak faktor yang menyebabkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia tergolong rendah. Pertama, ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku yang bermutu dan memadai. Bisa dibayangkan, bagaimana aktivitas membaca anak-anak kita tanpa adanya buku-buku bermutu. Untuk itulah, ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku bermutu menjadi suatu keniscayaan bagi kita.
Dengan kata lain, ketersediaan bahan bacaan memungkinkan tiap orang dan/atau anak-anak untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kepentingannya. Dari situlah, tumbuh harapan bahwa masyarakat kita akan semakin mencintai bahan bacaan. Implikasinya, taraf kecerdasan masyarakat akan kian meningkat; dan oleh karena itu isyarat baik bagi sebuah kerja perbaikan mutu perikehidupan suatu masyarakat.
Kedua, banyaknya keluarga di Indonesia yang belum mentradisikan kegiatan membaca. Padahal, jika ingin menciptakan anak-anak yang memiliki pikiran luas dan baik akhlaknya, mau tidak mau kegiatan membaca perlu ditanamkan sejak dini. Bahkan, Fauzil Adhim dalam bukunya Membuat Anak Gila Membaca (2007) mengatakan, bahwa semestinya memperkenalkan membaca kepada anak-anak sejak usia 0-2 tahun. Apa penyebabnya? Sebab, pada masa 0-2 tahun perkembangan otak anak amat pesat (80% kapasitas otak manusia dibentuk pada periode dua tahun pertama) dan amat reseptif (gampang menyerap apa saja dengan memori yang kuat). Bila sejak usia 0-2 tahun sudah dikenalkan dengan membaca, kelak mereka akan memiliki minat baca yang tinggi. Dalam menyerap informasi baru, mereka akan lebih enjoy membaca buku ketimbang menonton TV atau mendengarkan radio.
1. mengatasi malas membaca pada diri sendiri

ada beberapa hal umum yang harus diperhatikan dalam belajar,khususnya membaca. Diantaranya adalah makanan yang bergizi serta kondisi tubuh yang sehat. Apabila hal tersebut telah terpenuhi, dapat menggunakan cara untuk mengatasi malas membaca dalam diri sendiri sebagai berikut:
  1. Pastikan stamina tubuh dalam kondisi baik. Yang harus dilakukan adalah konsumsi makanan dan minuman bernutrisi lengkap dan seimbang, olah raga teratur.

    2. Cahaya dan sirkulasi udara di tempat anda membaca sebaiknya cukup. Terlalu terang atau suram membuat mata kelelahan menyesuaikan diri dengan kondisi cahaya. Kekurangan oksigen membuat tubuh lemas dan berujung pada kantuk.

    3. Jangan baca tulisan seperti membaca cerita dongeng pengantar tidur. Sekalipun yang dibaca adalah cerita dongeng, sempatkan diri untuk menganalisis tulisan tersebut. Banyak yang dapat dianalisis, tokoh, alur, layout, dan lain-lain. Selain analisis, berikan komentar, kritik, atau saran. Tulis saja di secarik kertas untuk konsumsi pribadi (kecuali anda sangat rajin untuk mengirim komentar tersebut ke penulis). Dengan begini otak tetap aktif bekerja. Kalau otak sibuk, biasanya tubuh juga tetap siaga. Contoh: orang yang kantuk berat tidak dapat nyenyak karena berpikir, entah yang dipikirkan adalah masalah atau apa pun itu.

2. mengatasi anak malas membaca
Anak tidak mau belajar atau malas untuk membaca buku pelajaran, sering jadi keluhan orang tua. Anak lebih suka melihat tayangan televisi, seperti sinetron, film atau bermain dengan teman-teman sebayanya.
Jika anak tidak mau belajar, mereka menganggap bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang kurang menyenangkan dibandingkan dengan bermain atau nonton. Untuk mengatasi anak yang malas belajar adalah dengan membuat anak menganggap belajar adalah kegiatan yang menarik, menyenangkan atau membuat mereka sadar bahwa belajar adalah suatu kebutuhan.
berikut ini adalah cara untuk mengatasi anak malas belajar :
  • Tanamkan kesadaran kepada anak bahwa belajar atau membaca buku adalah suatu kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang pelajar yang hasilnya akan diraih dimasa mendatang.
  • Berikan contoh kepada sang anak. Orang tua dapat turut membaca buku-buku yang bermanfaat saat anak sedang belajar.
  • Orang tua sebaiknya juga menanamkan budaya membaca di lingkungan keluarga.
  • Ciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Buat ruang belajar yang menarik, rapi dan tidak membuat anak malas di dalam ruang belajar.
  • Berikan motivasi kepada anak untuk belajar dengan cara yang baik, adakan pendekatan sambil menyelami hati anak dengan menjadikan anak sebagai sahabat. Jangan menyuruh anak belajar dengan memaksakan anak, apalagi dengan cara yang kasar.
  • Berikan insentif kepada anak, baik berupa hadiah kesukaan mereka atau sekedar pujian jika nilai anak bagus. Hal ini akan membantu memotivasi anak.
  • Sebaiknya orang tua lebih terbuka dengan anak dengan menanyakan permasalahan yang dia hadapi, kenapa malas belajar, apa yang dapat membuat ia semangat untuk belajar dan sebagainya. Bantu anak untuk mengatasi permasalahan tersebut.
  • Pilih waktu yang paling tepat untuk anak belajar. Hendaknya orang tua juga turut membantu anak dengan tidak menonton televisi, atau tidak mendengarkan musik keras-keras.
  • Jadikan waktu belajar ini menjadi kebiasaan rutin sehari-hari, dan sebaiknya orang tua juga menemani dan membantu jika anak mengalami kesulitan saat belajar.
  • Selain waktu belajar yang rutin, sediakan juga waktu yang cukup untuk bermain, menonton dan berinteraksi dengan teman-temannya
C.  Peranan Pemerintah
            pemerintah daerah dan pusat bisa menggalakkan program perpustakaan keliling atau perpustakaan menetap di daerah-daerah. Sementara soal penempatannya, pemerintah bisa berkoordinasi dengan pengelola RT/RW atau pusat-pusat kegiatan masyarakat desa (PKMD). Semakin besar peluang masyarakat untuk membaca melalui fasilitas yang tersebar, semakin besar pula stimulasi membaca sesama warga masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga memberikan subsidi lebih untuk harga buku, karena salah satu faktor minimnya minat baca buku adalah mahalnya atau sulit terjangkaunya harga buku.





BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN

Malas membaca telah mengakar dalam kebanyakan masyarakat indonesia. Hal ini telah membudaya ditiap jiwa perseorangan kebanyakan. Ada banyak faktor yang menyebabkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia tergolong rendah. Pertama, ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku yang bermutu dan memadai.Kedua, banyaknya keluarga di Indonesia yang belum mentradisikan kegiatan membaca. Peran orangtua dan dan diri sendiri sangat penting dalam membangun minat membaca ini. Diharapkan dengan beberapa cara alternatif tersebut dapat menumbuhkan kembali kesadaran masyarakat akan pentingnya membaca dan menjadikan membaca sebagai kebutuhan primer dalam kehidupan sehari-hari.









DAFTAR PUSTAKA

Yonohudiyono, E. dkk. 2007. Bahasa Indonesia Keilmuan. Surabaya: Unesa University Press.
Hufad,Achmad,Ardiwinata,jajat.2007.Sosiologi Antropologi Pendidikan.Bandung.UPI Press.













Autism

Istilah autisme pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun 1943 (Handoyo, 2004:12; Hidayat, 2006:1). Saat itu Leo Kanner (1943) dalam Safaria (2005:1) mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan yang tertunda, echolalia, pembalikan kalimat dan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkunganya.
Seorang anak dapat dikatakan termasuk autisme, bila ia memiliki hambatan perkembangan dalam tiga aspek, yakni hambatan dalam interaksi sosial-emosional, dalam komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan, gejala-gejala tersebut sudah terlihat sebelum usia 3 tahun (Siegel, 1996:16; Moetrasi, 2000:2; Pusponegoro, 2003:2; Hidayat, 2006;2; Erlani, 2007:6). Ketiga aspek tersebut harus dipenuhi dan harus secara ketat dalam penerapannya, agar tidak sembarangan dalam menentukan apakah seorang anak itu termasuk kategori anak autis atau bukan.
Komunikasi merupakan suatu proses pengiriman pesan dari seseorang kepada orang lain. Tujuan komunikasi adalah untuk mengungkapkan keinginannya, mengekspresikan perasaan, dan bertukar informasi. Tetapi hal ini sulit dilakukan oleh anak penyandang autisme sehingga membuat orang tua mengeluh dan semakin khawatir akan perkembangan/kemampuan komunikasi anaknya.
Gangguan komunikasi pada anak autisme ditandai dengan tidak adanya kontak mata saat berbicara, terlambatnya bicara atau sama sekali belum dapat bicara (gangguan komunikasi verbal/nonverbal). Terlambatnya bicara berhubungan dengan kemampuan anak untuk menyampaikan kebutuhannya sehingga membuat anak mudah frustrasi, kesepian, dan dapat menunjukkan gangguan perilaku karena kebutuhan anak yang tidak dapat dipenuhi oleh lingkungan.
Pemahaman terhadap bahasa dan kemampuan untuk berkomunikasi dua arah lebih penting daripada hanya dapat berkomunikasi tanpa memahami apa yang diucapkan anak atau yang diucapkan oleh orang lain. Untuk itu kita harus mempunyai strategi dalam berkomunikasi dengan anak autisme agar mereka dapat memahami komunikasi dua arah. Anak autisme memiliki kemampuan yang menonjol di bidang visual daripada materi yang dipelajari hanya dengan ucapan saja. Visual dapat lebih membantu anak dalam memahami pesan yang disampaikan oleh dirinya atau orang lain.

Penyebab sulit bicara
ü  Masalah pada otot tubuh (susah menggerakkan otot secara cepat dan kuat)
ü  Kurang banyak diajak berinteraksi (dibiarkan asik sendiri, dilayani penuh)
ü  Belajar beberapa bahasa sekaligus
ü  Kecemasan untuk berbicara (takut salah, tidak berani kontak mata)
ü  Susah mengerti bahasa
ü  Pengajaran bahasa yang kurang tepat (terlalu banyak bdiberi perintah, penggunaan bahasa tidak konsisten)

Bicara vs Komunikasi
ü  Anak yang bisa berbicara dan bernyanyi BELUM TENTU bisa berkomunikasi dengan baik
ü  Dalam komunikasi dibutuhkan kemampuan mengirimkan pesan, memahami pesan dari orang lain, memberikan jawaban yang tepat
ü  Komunikasi pada anak autis tidak harus selalu melibatkan bahasa verbal, tapi bisa dengan bahasa isyarat, gambar, dan tulisan

Ekolalia (mengulang kata/kalimat)
Banyak anak autis yang tidak tahu bahwa bicara gunanya untuk komunikasi. Mereka lebih banyak berbicara pada diri sendiri.
Ekolalia sebenarnya berguna bagi anak misalnya menimbulkan perasaan senang menenangkan diri dan memblokir suara-suara bising dari luar membantu mengerti ucapan orang lain

Tahapan komunikasi anak autis

1.      The Own Agenda Stage
ü  Asik dengan dirinya sendiri Belum tahu bahwa komunikasi dapat mempengaruhi orang lain
ü  Mengambil sendiri makanan/benda-benda
ü  Interaksi hanya dengan orangtua/pengasuh
ü  Belum dapat bermain dengan benar
ü  Menangis/berteriak bila terganggu

2.      The Requester Stage
ü  Sadar bahwa tingkahlakunya mempengaruhi orang lain
ü  Menarik tangan bila ingin sesuatu
ü  Menyukai kegiatan fisik
ü  Mengulangi kata/suara untuk diri sendiri
ü  Dapat mengikuti perintah sederhana
ü  Memahami rutinitas sehari-hari

3.      The Early Communication Stage
ü  Komunikasi dengan gesture, suara, gambar
ü  Menggunakan bentuk komunikasi tertentu secara konsisten
ü  Komunikasi untuk pemenuhan kebutuhan
ü  Memahami kalimat sederhana
ü  Dapat belajar menjawab pertanyaan "Apa ini/itu?", mengenal konsep "Ya/Tidak"

4.      The Partner Stage
ü  Mulai melakukan percakapan sederhana
ü  Menceritakan pengalaman masa lalu dan keinginan yang belum terpenuhi
ü  Masih terpaku pada kalimat yang dihafalkan
ü  Bagi anak non-verbal, mampu menyusun kalimat dengan gambar atau tulisan
ü  Masih mengalami k












                                                                                                                          

kesejahteraan sosial ABK

Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial merupakan bgian yang integral dari pembangunan nasional. Di Indonesia pembangunan kesejahteraan sosial mempunyai landasan yang kuat seperti, landasan idiil adalah pancasila, landasan konstitusional adalah UUD 1945,dan landasan operasional adalah UU No.6 tahun 1974, tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial. Landasan-landasan tersebut untuk mengatur segal macam tindakan atau kebijakan tentang kesejahteraan sosial sebagai hak dan kewajiban masyarakat dan pemerintah.
Masyarakat mempunyai peranan untuk membantu pemerintah. Masyarakat diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengadakan usaha kesejahteraan sosial selaras dengan garis kebijaksanaan dan ketentuan pemerintah. Bentuk bantuan masyarakat dalam upaya membantu pemerintah adalahmelaui organisasi-organisasi sosial, yayasan – yayasan atau lembaga-lembaga sosial.
  1. Pengertian kesejahteraan sosial
Kesejahteraan sosial sebagai suatu unsur penting dalam kegiatan pembangunan nasional yang komprehensif dan juga sebagai pencerminan filsafat serta kebutuhan masyarakat yang mengalami perubahan dan perkembangan secara cepat, telah banyak memperoleh pengakuan, hal ini terbukti banyaknya para ahli memberikan definisi sesuai dengan falsafah dan pandangannya mengenai kesejahteraan sosial.
Secara umum, kesejahteraan sosial dapat disimpulkan sebagi berikut:
  • Kesejahteraan sosial ialah suatu sistem yang terorganisasi dari kumpulan layanan dan lembaga sosial
  • Tujuannya ialah membantu individu – individu , kelompok dan masyarakat untuk mencapai taraf hidup dan relasi-relasi sosial serta penyesuaian yang memuaskan,
  • Untuk mencapai tujuan itu, individu, kelompok, dan masyarakat dibantu untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah.
Kesejahteraan sosial umunya diartikan sebagi kegiatan yang terorganisasi dari lembaga-lembaga pemerintah dan masyarakat untuk mencegah, menguragi, atau memberi bantuan tehadap permasalahan-permasalahn sosial atau meningkatkan kondisi kesejahteraan sosial dari individu, kelompok dan masyarakat.

Sumber dari SLB Gedangan
Oleh: Bpk. Soehermanto (kepala SLB Gedangan)
Menurut bapak suhermanto antara dinas sosial sidoarjo dengan SLB Gedangan , secara resmi belum ada hubungan. Adapun bantuan dari pihak luar adalah BK3S, itupun berdasarkan event tertentu (Hari ulang tahun Penyandang cacat) yang ada di surabaya. Dinas sosial baik dari provinsi dan daerah belum memiliki peranan terhadap keberadaan SLB ini.  Isi dari kegiatan BK3S adalah kegiatan pameran dan lomba-lomba. Melalui kegiatan ini, SLBN Gedangan akan mendapat bantuan biaya transportasi..
Yang memiliki peranan penting terhadap SLB ini adalah Dinas Pendidikan
Status kelembagaan dan tenaga dimiliki provinsi TK.1. di Sidoarjo ada 24 SLB,  yang milik  provinsi 1  adalah SLBN Gedangan. Dengan  Sidoarjo hubungannya adalah ketika ada ujian. Dana sosial lebih dari provinsi.
Dana dari dinas sosial lebih diarahkan pada lembaga-lembaga sosial.
UPAYA KESEJAHTERAAN SISWA                                        
Siswa di SLBN Gedanga tidak dikenakan SPP (SPP Gratis), hal ini dibiayai dari Beasiswa, BOS, BKSM (Bantuan Khusus Siswa Miskin). Semua sumber dana tersebut diberikan dari pemerintah.  Beasiswa diberikan pada siswa yang berprestasi , ekonomi lemah,rumahnya jauh. Di SLB ini hampir semua mendapat beasiswa , yang tidak mendapat beasiswa biayanya akan ditanggung bersama . kebijakan ini berasal dari pemerintah (APBD). Adapun fasilitas-fasilitas yang ada di SLBN ini lebih dibiayai dengan bantuan yayasan Hangtuah.
Di SLBN Gedangan ada 48 tenaga kerja.43 guru telah menjadi Pegawai Negeri, 2 guru honorer , 1 Tata Usaha, 2 tenaga kebersihan. Anggaran untuk gaji guru honorer dn tata usaha berasal dari BOS (diambilkan 20%), dan gaji tenaga kebersihan berasal dari propinsi yang dilewatkan CV.

DINAS SOSIAL KABUPATEN SIDOARJO
Oleh ; Ibu Rupiyatun (Ka Sie Kelembagaan)
Peranan Dinas Sosial di SLB tidak ada. Yang terkait dengan SLB adalah Dinas Pendidikan.  Dinas sosial memberikan bantuan pada panti atau asrama yang telah terdaftar di kementrian sosial,apabila di SLB tersebut terdapat panti, maka dinas sosial mau memberikan bantuan, namun sayangnya di SLB seluruh Sidoarjo belum terdapat Asrama yang terdaftas di dinas sosial. Dinas sosial hanya berperan terhadap kesosialan. Dinas sosial tidak ikut campur dengan SLB. Adapun spesifikasi Dinas sosial hanya berhubungan dengan tunalaras (Tertirah, PSK,dll ). Bentuknya adalah anak dididik sesuai keahlian dengan dibimbing dalam waktu 3 - 6 bulan. Setelh itu anak dilepaskan kembali, dan dievaluasi. Apabila msih belum menunjukkan perubahan maka anak akan diberikan bimbingan kembali sampai anak sadar. Bimbingan ini dilakukan di Jombang. Hambatan yang ada adalah tenaga pengajar, dana, anak yang tidak dapat jujur.
Dinas sosial juga memberikan bantuan bimbingan pada anak tunanetra. Bimbingan tersebut berupa pelatihan masasse dan bantuan alat-alat untuk bekerja. Dinas sosial juga memiliki kerjasama dengan perusahaan yang mampu menampung tenaga kerja lulusan dari bimbingan tersebut diatas, jadi apabila dimungkinkan anak masuk dalam perusahaan tersebut maka anak akan direkrut untuk bekerj ditempat tersebut.
Anak berkebutuhan khusus apabila bertempat dirumah, dinas sosial tidak akan memberi bantuan. Apabila anak berkebutuhan khusus tersebut diletakkan di Panti atau asrama yang telah terdaftar di Kementerian sosial . contohnya di Panti Bakti Luhur, terdapat 3 anak Hydrocephalus. 
Alur pemberian bantuan dari Dinas sosial ke panti adalah sebagai berikut;
  1. Panti tersebut mengajukan surat pada dinas sosial, dengan syarat panti atau asrama tersebut terdaftar dalam kementrian sosial.
  2. Menandatangani STP
  3. Setelah mendapat izin,baru panti atau srama tersebut diberi bantuan.